MUDI Mesra, Mendobrak Tradisi Dayah Aceh
Dayah MUDI Mesra berada di Desa Mideuen Jok, Kemukiman Mesjid Raya Samalanga, Bireuen, merupakan salah satu dayah salafiyah tertua di Aceh maupun Asia Tenggara.
Dayah ini sudah berdiri sejak masa Sultan Iskandar Muda. Namun, baru sekitar tahun 1927 dayah tersebut berkembang saat dipimpin oleh Al-Mukarram Tgk H Syihabuddin Bin Idris.
Saat dipimpin Tgk H Syihabuddin bin Idris, jumlah santri di Dayah tersebut sebanyak 100 orang putra dan 50 orang putri. Mereka diasuh oleh 5 orang tenaga pengajar lelaki dan dua guru putri. Saat itu, asrama tempat menginap santri hanyalah barak-barak darurat yang dibuat dari bambu dan rumbia. Setelah Tgk H Syihabuddin Bin Idris wafat tahun 1935, dayah MUDI Mesjid Raya dipimpin oleh adik iparnya, Al-Mukarram Tgk H Hanafiah bin Abbas atau lebih dikenal dangan gelar Tgk Abi. Jumlah santri saat itu, mulai meningkat menjadi 150 orang santri putra dan 50 orang putri.
Pada masa kepemimpinan Tgk Abi, pimpinan dayah pernah diwakilkan kepada Tgk M Shaleh selama dua tahun ketika Tgk Abi berangkat ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji dan memperdalam ilmu agama.
Setelah almarhum Tgk H Hanafiah wafat (1964) dayah tersebut dipimpin oleh salah seorang menantunya, yaitu Tgk H Abdul Aziz Bin Tgk M Shaleh. Almukarram yang dipanggil dengan Abon yang bergelar Al-Mantiqiy ini adalah murid dari Abuya Muda Wali pimpinan Dayah Bustanul Muhaqqiqien Darussalam, Labuhan Haji, Aceh Selatan.
Semenjak kepemimpinan Tgk H Abdul Aziz, Dayah MUDI mengalami kemajuan. Santri yang mondok tidak hanya datang dari Aceh melainkan dari wilayah lain di Sumatera. Barak-barak santri mulai dibangun permanen.
Setelah Tgk H Abdul ‘Aziz Bin M Shaleh wafat tahun 1989, pergantian kepemimpinan dayah ini dilakukan dengan cara musyawarah alumni dan masyarakat. Melalui berbagai pertimbangan, alumni mempercayakan dayah kepada salah seorang menantu Tgk H Abdul Aziz yaitu Tgk H Hasanoel Bashry Bin H Gadeng yang kini akrab disapa Abu MUDI. Ia adalah santri lulusan dayah tersebut yang sudah berpengalaman mengelola kepemimpinan dayah semasa Abon Aziz sakit.
Sejak 1989, dayah tersebut dipimpin Abu MUDI dan mengalami kemajuan cukup pesat. Saat ini, tercatat ada 6.500 santri yang belajar di Dayah ini. Para santri tidak hanya dari Aceh, melainkan datang dari Pulau Jawa, Malaysia, Brunai Darussalam, Singapura, dan Australia
Semenjak Tgk. H. Hasnoel Bashry memimpin saat ini Pesantren Mudi Mesra semakin hari semakin bertambah berkembang pesat seiring perkembangan zaman. Selain itu jumlah santri yang mengenyam pendidikan agama Islam di pesantren itu menjadi banyak, sehingga mencapai jumlah 2.193 orang, yang sudah tentu terbagi dua yaitu santri dan santriwati, masing-masing 1. 462 santri laki-laki dan ditambah sebanyak 731 santri perempuan.
Semenjak Tgk. H. Hasnoel Bashry memimpin saat ini Pesantren Mudi Mesra semakin hari semakin bertambah berkembang pesat seiring perkembangan zaman. Selain itu jumlah santri yang mengenyam pendidikan agama Islam di pesantren itu menjadi banyak, sehingga mencapai jumlah 2.193 orang, yang sudah tentu terbagi dua yaitu santri dan santriwati, masing-masing 1. 462 santri laki-laki dan ditambah sebanyak 731 santri perempuan.
Pesantren Mudi Mesra mengambil cara serta metode pengajaran dan pendidikan dari Ibtidayah, Tsanawiyah, Aliyah dan Takhassus, yang mengambil masa pendidikan masih-masing selama dua tahun.
Sedangkan yang menyangkut dengan ajaran atau kurikulum lebih banyak dikonsentrasikan pada pelajaran Tafsir, Hadist, Fiqh, Usul Fiqh, Kalam, dakwah dan materi lain yang berhubungan dengan kebutuhan, ketrampilan hidup serta pengembangan dalam masyarakat.
Kegiatan santri di luar jam belajar mengajar atau ekstra kulikuler, para santri mendapatkan pengajaran kursus dan keterampilan seperti kursus komputer, mengetik, menjahit, tata boga dan bordir. Selain itu juga diajarkan Bahasa Inggris dan Bahasa Arab.
Selain pelajaran yang berkaitan dengan ilmu pendidikan, para santri juga diajarkan cara pertukangan, pertanian, serta para santri juga diberikan tambahan pelajaran seperti belajar kelompok Paket B setara SLTP.
Untuk mengetahui tentang kesehatan dan soal penyakit, pesantren itu juga menjalin kerjasama dengan pihak Pukesmas, dalam rangka memberantas penyakit demam berdarah dan diare serta melakukan bakti amal kepada masyarakat di setiap desa.
Pesantren Mudi Mesra juga membentuk suatau badan usaha di bidang perekonomian berupa koperasi yang bernama Kopantren Al-Barkah pada tahun 1982 bergerak di bidang usaha simpan pinjam, Wserda dan juga Kantin.
Mudi Mesra juga melakukan pembinaan bagi alumninya, sehingga pesantren induk dan alumni terjalin rasa persaudaraan dan rasa kekeluargaan terjalin dengan efektif baik visi dan misi.
Jebolan dari pasantren yang dibangun pada tahun 1900 itu ada yang sudah melanjutkan study hingga keluar negeri. Selain itu banyak sudah jebolan dari Pesantren Mudi Mesra tersebut bekerja di instansi pemerintah dan swasta.
Ternyata selain itu ada juga alumni dari Pesantren Mudi Mesra itu membuka atau mendirikan pesantren-pesantren di daerah lain, kalau dikalkulasi hingga saat ini mencapai kurang lebih 159 pasantren yang tersebar di Aceh maupun luar Aceh.
Dengan demikian secara tidak langsung jebolan atau lulusan pesantren yang lahir pada 1900 itu menciptakan generasi-generasi yang berguna bagi nusa dan bangsa.
Beberapa jebolan alumni pasantren yang berhasil mengembangkan dan membangun pesantren lain di antaranya adalah Tgk. H. Usman Ali atau yang biasa disapa dengan nama Abu Kuta Krueng.
Dia telah mampu membagi ilmu yang diperolehnya di Pesantren Mudi Mesra dengan membangun satu buah pesantren yang bernama Darul Munawarah yang terletak di sebuah Desa Kuta Krueng, Kecamatan Bandar Dua, Pidie.
Selain itu ada juga Tgk. H. Ghazali Muhammad Syam, yang membangun sebuah pesantren yang diberi nama Syamsyudh Dhuha bertempat di sebuah Desa Cot Murong, Kecamatan Dewantara, Aceh Utara.
Pesantren Darul Huda, didirikan di tempat Desa Lueng Angen, Kecamatan Tanoh Jambo Aye, Aceh Utara, oleh Tgk . H. Muhammad Daud Ahmad, Tgk H. Ibrahim Berdan atau yang lebih dikenal dengan Abu Panton, memimpin Pesantren Malikul Saleh, di Desa Rawa Iteik, Panton Labu, Aceh Utara. Serta Tgk. Nuruzzahri atau Waled Nu mendirikan Pesantren Ummul Ayman di Desa Gampong Putoh, Kecamatan Samalanga, Bireuen.
Selain di dalam daerah Aceh sendiri, juga beberapa alumni Mudi Mesra mendirikan di luar daerah Aceh, seperti Drs. K.H. Anwar Ulumuddin Daud, membangun Pesantren Darussalam Muttaqim di Desa Kedaton, Bandar Lampung, Provinsi Lampung. Selain itu Tgk. Marzuki. AG, mendirikan Pesantren Mudi Mekar di Kampung Panahan, Pondok Gede, Jakarta, serta di daerah lain yang masih di luar daerah Aceh.
Seluruh anak didik yang berada pada Pesantren Mudi Mesra menjalankan pendidikan asarama yang bernuansa religius dan berlangsung selama 24 jam, secara rutin dan kontinu murid–murid di sana juga dibekali dengan ilmu agama yang merupakan kurikulum pendidikan.
Di samping dibekali dengan ilmu agama mereka juga dibekali dengan ilmu keterampilan umum sebagai bekal menunjang keahlian mereka untuk hidup bermasyarakat serta dalam lapangan kehidupan.
Tenaga pendidik Dayah Mudi Mesra berjumlah 349 orang guru, diantaranya 234 guru tetap dan 115 guru cadangan, terdiri dari 289 guru laki-laki serta 60 orang perempuan. Guru-guru tersebut alumni pesantren itu sendiri.
Dari keseluruhan jumlah santri 2. 193 orang itu, diantaranya 144 santri baru hanya tamatan SD. Untuk tamatan SD diupayakan untuk melajutkan kependidikan yang lebih formal melalui kerjasama dengan lembaga-lembaga terkait, seperti Kelompok Belajar (Kejar) Paket B, dengan SLTP sebanyak 80 orang santri.
Pesantren Mudi Mesra melalui yayasan Pendidikan Islam Al-Aziziyah telah mendirikan Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Aziziyah dan pada awal tahun pertama dibuka telah diikuti sebanyak 170 orang santri, setelah itu bertambah pada tahun kedua sebanyak 80 orang santri dan tahun ketiga sekarang bertambah 95 orang santri lagi. (Selesai )
Label:
Dayah-Aceh
Post a Comment